Sekolah
Cahaya mentari mengusik tidurku pagi ini. Dengan semangat aku memulai hari dengan sholat shubuh dan mandi. Tak lama, aku sudah siap dengan seragam merah putihku. Benar sekali, hari ini adalah hari pertamaku sekolah. Betapa senangnya diriku yang akhirnya dapat menempuh pendidikan seperti yang ku impikan.
"Andre, sudah siap belum?" suara Bibi terdengar dari luar kamar, "Ayo makan dulu!"
Aku segera bergegas ke meja makan. Ku hampiri bibi yang sudah rapi di meja makan. Menu harianku memang tidak mewah, hanya nasi dan telur. Wajar, aku tergolong dari keluarga tidak punya. Namun, menurutku itu sudah cukup.
"Andre, nanti di sekolah jadi anak yang baik dan pintar ya. Nanti kalau Andre pintar dan menjadi orang yang baik, impian Andre bisa datang mengikuti perbuatan Andre," nasihat bibi.
"Iya Bi, pasti Andre jadi anak yang baik kok," jawabku setelah suapan terakhir selesai ku kunyah.
"Nah, gitu dong. Sekarang kamu berangkat ya, Kak Jo sudah menunggu di luar."
Sekarang jam sudah menunjukkan pukul setengah enam pagi. Dengan langkah antusias, aku melangkah menuju Kak Jo. Sepatu hitam mengkilap ini menjadi saksi bisu keberangkatan hari pertama sekolahku. Aku lambaikan tangan pada bibi yang masih setia menunggu di depan pintu.
Kak Jo hanya mengantarku sampai ke depan desa dan pulang setelahnya. Hal ini karena jarak antara desa dan sekolahku cukup jauh. Sehingga aku harus menggunakan angkutan umum untuk pergi ke sekolah.
"Kak Jo tunggu sampai angkotnya datang ya," ucap Kak Jo
"Iya," jawabku.
Tak lama setelah percakapan singkat itu, angkutan umum yang menuju ke sekolahku sampai. Aku pamit dengan tersenyum dan melambaikan tangan ke Kak Jo. Supir angkot pun melajukan kendaraannya.
Butuh waktu sekitar empat puluh lima menit dan akhirnya aku sampai di depan gerbang sekolah. Aku perhatikan bagunan sekolahku. Sekolahku terdiri dari satu lantai dengan perpaduan cat dinding berwarna merah dan kuning. Lapangan sekolah yang tak terlalu luas namun cukup untuk bermain bola. Tak lupa, bendera Merah Putih yang berkibar gagah di atas tiangnya.
Suasana sekolah pagi itu cukup ramai. Banyak para wali murid yang melihat anaknya dari luar kelas. Walaupun datang sendiri, aku tidak masalah dengan pemandangan ini.
Sekarang aku sudah berada di kelas 1B, kelas yang memang ditetapkan untukku. Aku lihat ada seorang murid yang duduk diam di sudut kelas. Aku coba hampiri dan sapa dia. Dia mendongak dan membalas sapaanku. Menurutku dia adalah tipe anak yang pendiam. Berbeda denganku. Aku mencoba memperkenalkan diri.
"Namaku Andre Dermawan Cullen tapi biasa dipanggil Andre," ucapku sambil mengulurkan tangan.
"Namaku Muhammad Alyas Najib biasa dipanggil A'A' atau Alyas," ucap Alyas sambil membalas uluran tanganku.
Perbincangan kami pun berlanjut. Terlihat bahwa Alyas memang sedikit pemalu terhadap orang baru. Namun, ia dapat beradaptasi terhadap orang itu dan cepat nyaman dengan orang yang satu pemikiran dengannya.
Bel masuk berbunyi. Guru dengan perawakan rapi, tinggi, berpeci, dan memiliki perut sedikit menonjol tersebut masuk kelas. Ia menyapa seluruh murid dan menyuruh kami untuk menuju ke lapangan.
Di lapangan sudah banyak anak baru sepertiku. Tak lupa, para orang tua yang masih memerhatikan anaknya dari jauh. Aku berdiri agak di belakang karena tubuhku yang tinggi. Di belakangku terdapat Alyas. Acara dimulai dengan sambutan dari kepala sekolah dan perkenalan guru. Tidak lama, hanya tiga puluh menit dan kita kembali ke kelas. Huh, syukurlah. Aku hampir dehidrasi tadi.
Di kelas, pak guru yang bernama Pak Boni menyuruh kami memperkenalkan diri di depan kelas. Mulai dari murid bernomer absen 1, 2, 3, 4, dan sekarang giliranku.
Aku mulai memperkenalkan diri, "Halo semua, perkenalkan nama aku Andre Dermawan Cullen dan biasa dipanggil Andre. Hobiku hanya bermain sepak bola dan menulis. Aku kurang jago dalam hal menahan katuk. Jika kalian bertanya apa makanan kesukaanku, maka aku akan bingung memilihnya. Aku tinggal di pinggir pantai. Aku tinggal bersama Bibi dan Bapak. Bapakku seorang nelayan. Di rumah, aku mempunyai teman yang biasa aku panggil Kak Jo. Aku harap bisa berteman baik dengan kalian."
Setelah memperkenalkan diri, aku duduk kembali dan menyimak teman-temanku yang lain. Sekarang giliran murid bernomer absen 13. Anak tersebut bernama Karima tapi dipanggil Rima. Menurutku anak itu adalah anak yang aktif dan terbuka ke semua orang. Wajar jika sekarang ia sudah memiliki banyak teman.
Sekarang giliran Alyas bernomer absen 23. Aku perhatikan wajah murid lain yang bingung terhadap Alyas. Wajar, Alyas memang sedikit pemalu jika harus maju dan ditonton banyak orang.
Perkenalan hari ini selesai, kami diberikan waktu untuk beristirahat atau bisa langsung pulang. Aku lebih memilih makan dulu. Di kelas masih tersisa banyak murid, aku coba ajak ngobrol Rima. Seperti yang sudah ku duga, ia sangat terbuka terhadap semua orang. Obrolan kami mengalir lancar. Aku kenalkan Alyas dengan Rima. Memang sedikit kaku, tapi Alyas dapat dengan cepat beradaptasi dan nyaman dengan Rima.
Jam sudah menunjukkan pukul setengah sebelas siang. Aku harus bergegas pulang. Untunglah angkutan umum yang mau ku naiki cepat sampainya.
Hari pertama sekolahku ternyata berjalan dengan cukup baik.
sumber gambar: http://foto2.data.kemdikbud.go.id/getImage/20228686/7.jpg
Tidak ada komentar:
Posting Komentar